Membakar kemenyan dan melakukan ritual-ritual untuk memohon keselamatan sudah menjadi tradisi dalam keluarga Esther, bahkan bisa dikatakan sudah merupakan tradisi turun temurun sejak nenek moyang. Hal ini membuatnya akrab dengan suatu hal yang tidak lazim bagi anak-anak seumurnya, yaitu berteman dengan roh halus.
Hal ini diperparah oleh hubungannya yang tidak harmonis dengan sang ayah, Esther semakin menjauhkan diri dari keluarganya. Dapur adalah tempat favoritnya untuk menyendiri, disanalah ia menemui teman setianya.
“Kenapa mesti dapur? Karena disanalah saya merasa tenang. Jadi apa yang saya rasakan bisa saya cerita. Pertama hanya cerita-cerita, terus tiba-tiba ada yang balik ngomong sama saya. Saya ngga tahu suara dari mana, tapi saya tenang. Jadi kenapa saya tidak butuh seorang teman, karena apa yang saya dapat dari dia lebih dari yang saya dapat dari seorang teman.”
Bertahun-tahun Esther berteman dengan roh gaib itu, hingga suatu hari ia dan teman-temannya mengunjui seorang para normal.
“Kita dateng ke satu orang pinter, pertama sih kita cuma ngobrol-ngobrol, iseng-iseng, biasa anak-anak. Dia bukain kartunya, pas bagian saya, terus dia bilang begini: Kamu tidak perlu datang ke sini lagi karena kamu akan menggantikan posisi saya walaupun kartu hanya seperti ini.”
Saat ia pulang, suara itu menawarkan sesuatu yang membuat Esther harus membuat langkah berani.
“Dia tanya begini: Kamu mau lihat saya apa enggak? Karena setelah sekian lama kita kenal, kamu kok ngga mau lihat saya. Saya jawab saya mau. Dia bilang jika saya mau melihat dia, saya harus ijin dulu kepada orangtua saya.”
Esther dengan semangat mendatangi mamanya, akhirnya ia membuka rahasia yang selama ini ia simpan. Diceritakannya pada sang mama, bahwa sejak kecil ia sering mendengar dari roh halus. Kali ini roh itu mau menampakkan diri kepadanya, namun ia harus mendapat ijin dari orangtuanya.
“Ngga, kamu ngga boleh,” demikian tolak sang mama.
Sedih dan marah, itulah yang dirasakan Esther. Apa lagi sejak itu, suara itu seperti menghilang begitu saja.
“Saya merasa kalau saya ngga punya teman lagi,” ungkap Esther, “yang selama ini mendengar curhat saya cuma dia. Sejak itu, saya mulai kurang komunikasinya ( dengan roh halus itu).”
Memang roh tersebut seperti mulai jarang menemui Esther, namun ada sesuatu yang berbeda dialami Esther. Terkadang, saat sedang berkumpul dengan keluarga Esther yang sedang tertawa senang tiba-tiba seperti sesak nafas dan badannya terbungkuk-bungkuk seperti seorang nenek-nenek. Di sisi lain, Esther mulai memiliki kemampuan baru, yaitu meramal.
“Waktu itu, kami cuma main-main biasa. Tapi semua yang saya ucapin kok kejadian.”
Hari itu ia sadar bahwa apa yang diramalkan oleh orang pintar waktu itu benar. Menyadari kemampuannya itu dari roh halus yang menjadi temannya, Esther menjadi semakin rajin melakukan ritual. Namun kemampuan barunya itu merubah pribadi Esther.
“Saya menjadi cepat emosi, cepat marah. Apa yang saya omongin, orang itu harus nurut. Saat itu, apa yang saya mau bisa saya dapatkan, tapi saya ngga bisa merasakan damai dan sukacita.”
Hingga tiba di tahun 2003, suatu hari mamanya bertemu dengan seorang saudaranya. Ia menceritakan sesuatu yang tidak biasa. Saudaranya itu menceritakan tentang seorang pribadi bernama Yesus Kristus, dan dia pergi ke sebuah ibadah dimana ia merasakan hadirat Tuhan.
“Mama penasaran deh, hadirat Tuhan itu apa ya pa?”
“Tuhan Yesus?” demikian tanya Esther dalam hati, “Mama sama papa udah umur segini baru tanya siapa itu Tuhan Yesus? Sementara mama dan papa selama ini ngajarin saya tradisi-tradisi yang berlawanan dengan ajaran Tuhan Yesus. Saya merasa agak aneh, dan saya ingin menunjukkan kalau tidak ada Tuhan Yesus.”
Mereka sekeluarga pun memutuskan untuk bertemu dengan hamba Tuhan yang diceritakan oleh saudara mamanya itu. Disana hamba Tuhan itu membongkar dosa sang papa, pada hal mereka baru bertemu. Hamba Tuhan itu bahkan tahu bahwa Esther masih menjalin hubungan dengan roh-roh halus.
“Kalau kaya gitu doang sih aku juga bisa,” demikian ujar Esther ketus.
“Kalau begitu kita lihat besok, roh-roh yang ada pada kamu atau Tuhan Yesus yang lebih berkuasa,” demikian tantang hamba Tuhan itu.
Esther pun menerima tantangan tersebut, ia ingin membuktikan bahwa roh-roh yang selama ini menjadi temannya lebih nyata dari Tuhan Yesus. Harinya pun tiba, Esther hadir dalam ibadah tempat hamba Tuhan itu melayani.
“Dia berdoa, saya juga berdoa,” tutur Esther.
Namun sesuatu yang tidak pernah Esther bayangkan terjadi. Saat ia didoakan, ia seperti tidak berdaya. Ia pun meminta tolong pada roh yang selama ini membantunya, namun roh itu tidak juga menolongnya.
“Tiba-tiba ada suara, dia bilang seperti ini: Udahlah, sekarang kamu ikut saya aja. Kamu lepasin hidup kamu! Disitu saya mikir, maksudnya saya ngelepasin hidup saya dengan cara seperti apa? Terus saya bilang begini: Kalau memangnya Tuhan Yesus lebih hebat dari kamu, saya mau ikut Yesus saja kalau gitu.”
Keputusan itu mengubah hidup Esther selamanya. Ia akhirnya dilepaskan dari cengkeraman kuasa roh-roh jahat itu.
“Hamba Tuhan itu kemudian datang, dan bilang: sekarang kamu tenangin diri saja. Sekarang hati kamu sudah bersih, semua roh yang bukan dari Tuhan sudah dibersihin semua. Tuhan mau kasih roh yang baru sama kamu. Roh yang dari Tuhan Yesus, ini Roh yang akan memberikan kamu damai sejahtera. Keselamatan itu sekarang ada disini.”
Esther menerima sebuah Alkitab dari hamba Tuhan tersebut. Setibanya di rumah, ia kembali ingin menyakinkan dirinya bahwa Yesus itu benar-benar pribadi Tuhan yang hidup.
“Sesudah sampai di rumah, saya mau berdoa sama Tuhan Yesus. Saya bilang: Tuhan Yesus, Engkau Tuhan yang hidup kata orang-orang. Saya juga mau tahu kalau emangnya Tuhan itu ada, tolong pimpin saya, saya mau buka (Alkitab), Tuhan mau ngomong apa sama saya, karena saya ngga bisa dengar. Entah bagaimana, selesai berdoa tangan saya membuka Alkitab, waktu itu letak (ayatnya) disebelah kiri atas, tiba-tiba tulisan itu muncul lebih tebal dari tulisan yang lain. Ditulisnya: Tuhan mengampuni wanita peramal, dukun-dukun dan hal-hal yang berhubungan dengan roh jahat. Tuhan mau mengampuni dan mengasihi mereka. Buat saya hal itu memberikan ketenangan dan kedamaian. Tuhan ternyata Engkau mengampuni saya.”
Namun tidak semudah itu roh halus yang selama ini menemani Esther melepaskannya, suara itu datang kembali.
“Tiba-tiba ada suara bilang begini: Tuhan mana yang kamu sembah?! Saya bilang Tuhan Yesus. Tuhan mana yang kamu sembah! Tiga kali suara itu semakin lama semakin kencang. Dan suara itu adalah suara yang selama ini saya dengar, lalu saya berkata: Saya percaya Yesus. Lalu suara itu hilang. Di hati ini tiba-tiba muncul suara yang berkata: Aku mengasihi engkau. Itu amazing banget deh! Sesuatu yang ngga pernah saya dengar, bahkan dari orangtua saya jarang saya mendengar kata-kata itu. Suara itu membuat saya tenang, membuat saya damai. Beda dengan suara yang sebelumnya saya dengar, begitu keras, begitu emosi, ada rasa arogan yang egois dari kata-katanya. Tapi ini suaranya lembut, dan tenang. Disitu saya merasa aneh, apa ini suara Tuhan? Disitu saya merasa damai dan sukacita. Itu pertama kalinya saya dengar suara Tuhan.”
Perjumpaan Esther dengan Tuhan bukan hanya merubah hidupnya, namun juga merubah seluruh keluarganya. Kini seluruh keluarganya telah mengenal Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat.
“Setelah mengenal Yesus saya merasa damai. Saya sama papa sudah tidak ribut lagi. Kalau dulu saya bantu orang dari apa yang saya dengar (dari roh halus), sekarang saya bisa kasih solusi sesuai dengan apa yang Tuhan mau. Bagi saya Yesus adalah penolong dalam kehidupan saya. Yesus yang sudah selamatkan saya, Dia tujuan hidup saya,” demikian Esther menutup kesaksiannya.
Tradisi keluarga tanpa sadar bisa membuka celah untuk roh jahat masuk dalam kehidupan keluarga, untuk itu penting sekali orangtua mencermati tradisi dan apa yang diajarkan kepada anak-anaknya. Hal yang lebih penting lagi, adalah membawa anak-anak mengenal Yesus sebagai Tuhan sejak dini, sehingga mereka bisa bertumbuh menjadi pribadi yang takut akan Tuhan dan hidup dalam rencana-Nya. (Kisah ini ditayangkan 27 Juni 2011 dalam acara Solusi Life di O’Channel).
Sumber Kesaksian:
Esther Shinta Samali (jawaban.com)